(Bagian Kedua dari lima Tulisan)
Mungkin, dalam risalah ini ada kekurangan dan kesalahan, kami harapkan peran serta pembaca sekalian untuk meluruskan dan membenahi kesalahan-kesalahan tersebut. Di risalah ini, kami mengganti identitas kami dan identitas aktivis Hizbut Tahrir tersebut, untuk lebih menggeneralisir, walaupun tidak bisa merepresentasikan pemikiran HT 100% beserta bantahannya secara benar-benar ilmiah. Namun, bisa sedikit mewakili pemikiran HT secara global dan bantahannya. Semoga bermanfaat…
Keterangan :
Statement Syabab HT : Biru
Statement Kami : Merah
MUAMALAH DENGAN PENGUASA
Yang benar adalah menasehati hukkam adalah fardhu kifayah tugas ahlul ‘ilmi wa ta’lim, ulama’ yang ‘alim mujtahid, bukan awwamun naas!!! Kewajiban awwamun naas adalah ta’lim, ‘amal, da’wah dan sabar.
Adapun apa yang dilakukan hizb adalah bukan menasehati penguasa, dalam Manhaj Hizbit Tahrir fit Taghyir hal 42, hizb mengatakan : “Aktivitas hizb adalah menentang para penguasa di negara-negara Arab maupun negeri-negeri Islam lainnya. Mengungkapkan makar-makar jahat mereka, mengoreksi dan mengkritik mereka…”.
Kita bandingkan dengan apa yang dinyatakan para ulama salaf terhadap hukkam fajir dan suu’, Imam Hasan bin Ali Barbahari berkata dalam as-Sunnah : “idza ro`aita ar-rajula yad’uw ‘alas sulthooni fa’lam annahu shoohibu hawaa” (artinya : Apabila kamu melihat seorang memprovokasi (kebencian atau penentangan) terhadap sultan, maka ketahuilah bahwa dia adalah budak hawa nafsu) juga dalam Mu’amalatul Hukkam hal 9-10, diriwayatkan ketika kekuasaan dipegang oleh al-Watsiq Billah, para Fuqoha’ Baghdad berkumpul menghadap Abu Abdullah (yakni Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullahu) dan mereka berkata kepada Imam : “para penguasa sudah melampaui batas yakni dengan memaksa ummat meyakini al-Qur’an makhluk. Kami tidak ridha dengan model kepemimpinannya dan kesulthonannya.” Imam Ahmad berdiskusi dengan mereka ttg perkara ini dan berkata : “Alaikum bil inkaari fii qulubikum, wa laa takhla’u yadan min thoo’atin, ta tasyuqqu ‘ashol muslimiina, wa laa tasfiku dimaa`akum wa dimaa’al muslimin ma’akum, wandhuruw fii ‘aaqibati amrikum, washbiruw hatta yastariiha barrun wayastarooha min faajirin” (artinya : wajib atasmu mengingkari dengan hatimu! Dan janganlah kau lepaskan ketaatan! Jangan kau buka kemaksiatan sesama muslim dan jangan menumpahkan darahmu dan darah-2 kaum muslimin yang besertamu! Lihatlah akibat perbuatanmu, dan bersabarlah hingga bumi ini tentram dan terbebas dari para pelaku kemaksiatan yg mendatangkan bencanai!) [al-Adabus Syari’ah lil Ibni Muflih I/195-196]
Manakah relevansi hadits-2 yang dikemukakan hizb dengan aktivitas penentangannya terhadap penguasa, membuka aib-2nya, mengungkapkan kejelekan-2nya, dengan dalil-2 yang antum sebutkan di atas (i.e. a’dhamul jihaada kalimatul haqq ‘inda sulthoon atau riwayat yang semakna), jika antum faham bahasa arab, maka ketahuilah shighat hadits tersebut, apakah ‘inda sulthan bermakna mengungkapkan kejahatan dan keburukannya serta aib-2nya di mimbar-2 dan khalayak?? Apakah ‘inda sulthan bermakna mengkafirkan mereka, menolak berwala’ dengan mereka dan menolak taat dalam hal yang ma’ruf?? Ketahuilah, bahwa sesungguhnya ‘inda sulthan adalah di sisi penguasa, sebagaimana perkataan Imam Ibnu Nakhas dalam Tanbihul Ghafilin wa Tabdziru Salikin min Af’alil Halikin hal 64, “dalam menasehati penguasa, carilah tempat yang sepi tidak di keramaian, dengan suara yang lemah lembut, nasehat yang sembunyi-2 dan tidak ada orang ketiga.”
Al-Imam Ibnul Jauzi dalam al-Adab (I/195-197) berkata : “Hal yang dibolehkan dalam rangka amar ma’ruf nahi munkar terhadap pihak penguasa adalah sebatas peringatan dan nasehat. Adapun dengan cercaan seperti, “Kamu Dhalim!!! Wahai manusia yang tidak takut kepada Allah”, yang akhirnya akan berdampak pada lahirnya fitnah yang merembet dan meluas.” Lebih luas tentang perkara ini bisa merujuk ke dalam kitab Mu’amalatul Hukkam karya Syaikh Abdus Salam Barjas Alu Abdul Karim Rahimahullah.
Hizbut tahrir mengikuti manhaj khowarij dalam mengkafirkan semua hukkam yang ada saat ini dan menyatakan semua negeri kaum muslimin adalah darul kufur sebagaimana eksplisit dalam manhaj hizbit tahrir fi taghyir, dikarenakan mereka (i.e. para hukkam skrg) tidak berhukum dengan hukum Allah, mereka berdalil, wa man lam yahkum bima anzalaLlah faulaika humul kafirun. Padahal jika kita lihat tafsir para mufassirin, diriwiyatkan dari Ibnu Mas’ud RA, beliau berkata, kufrun duna kufrin, yakni kufur yang tidak menyebabkan pelakunya keluar dari millah. Takfir terhadap penguasa kaum muslimin secara sporadis inilah yang menyebabkan hizb menghalalkan mencerca, menghujat dan menentang para hukkam yang ada saat ini. Bantahan fitnah takfiri dan khoriji ini bisa dibaca secara mendetail dalam kitab Qurrotul ‘Uyun fi tashhih tafsir Ibni Abbas karya Syaikh Salim bin Ied al-Hilaly dan al-Hukmu bighoiri ma anzalaLlah karya Syaikh DR. Khalid al-Anbary.
Bersambung…
0 komentar:
Posting Komentar